Riuh
rendah suasana kelas seusai seorang widyaiswara melontarkan cerita lucu sebagai
ice breaking. Kondisi seperti inilah yang mereka sukai dari forum pelatihan
yang memakan waktu berjam-jam dan berhari-hari. Kepenatan dan rasa bosan hilang
sesaat setelah icebreak diberikan.
Joke (candaan) dan berbagai aktivitas yang mencairkan kebekuan dalam
pembelajaran menjadi bumbu penyedap dalam pelatihan. Ice
Breaker itu sendiri merupakan peralihan situasi dari membosankan, mengantuk,
menjemukan, dan tegang menjadi rileks, bersemangat, tidak membuat mengantuk,
serta ada perhatian dan ada rasa senang untuk mendengarkan atau melihat orang
yang berbicara di depan kelas atau ruangan pertemuan. Ice Breaker dapat dihadirkan dengan durasi 2-5 menit di awal, di akhir,
bahkan di sela-sela KBM. Ice breaking yang terlalu banyak atau terlalu lama
justru menjadikan pembelajaran menjadi hambar dan terasa seperti main-main
sehingga tidak sampai pada tujuan awal.
Fokus kita kali ini tentu saja bukan
kepada ice breaker, tetapi pada kemampuan widyaiswara dalam mengelola
pembelajaran agar terasa menyenangkan. Mengelola pembelajaran merupakan
salah satu kewajiban widyaiswara sebagai Tenaga pendididik dan pelatih yang berperan
mengajar dan melatih aparatur Negara, khususnya tenaga fungsional di lingkungan
Kementerian Agama.
Dalam kediklatan seringkali widyaiswara disebut
sebagai trainer atau fasilitator. Ada juga selentingan yang menyebutkan bahwa
widyaiswara merupakan “mahaguru”. Terhadap pengistilahan terakhir
penulis menyatakan keberatan karena itu bermakna widyaiswara sudah tidak perlu
melakukan pembelajaran kembali, padahal sejalan dengan sabda Nabi Saw bahwa
pembelajaran harusnya berlangsung dari buaian hingga liang lahat. Penulis lebih
menyepakati dua istilah awal.
Trainer berarti pelatih, atau dalam Wikipedia trainer
in business berarti “a person who
educates employees of companies on specific topics of workplace importance”. Sedangkan fasilitator berarti orang yang memfasilitasi. Jika mengacu pada
Wikipedia pengertian fasilitator adalah “A facilitator is
someone who helps a group of people understand their common objectives and
assists them to plan to achieve them without taking a particular position in
the discussion”.
Antara
trainer dan fasilitator terdapat perbedaan yang signifikan. Trainer memiliki
makna lebih kepada upaya untuk mentransformasi pengetahuan, dari yang tidak
bisa sehingga menjadi bisa. Sedang fasilitator pelatihan lebih terfokus pada
pendidikan orang dewasa, yaitu mengembangkan konstruk pengetahuan yang ada agar
tetap eksis dan relevan. Sementara bukik menterjemahkan fasilitator sebagai
pemudah cara. Menurutnya fasilitator memang merupakan orang yang memudahkan
sekelompok orang mengenali kekuatan dan menggunakannya untuk mencapai sasaran
yang mereka impikan.
Istilah fasilitator menjadi lebih popular
akhir-akhir ini karena perubahan paradigma pembelajaran terjadi setelah
munculnya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2005. Pembelajaran
yang aktif dan kreatif serta terfokus pada pembelajar menggiring pada perubahan
fungsi guru, dosen dan widyaiswara sebagai sosok fasilitator yang mengiringi
proses pembelajaran hingga mencapai tujuan.
Menukil tulisan Yasri, sudah seharusnya
widyaiswara memiliki perilaku, sebagai berikut:
- Menyenangkan, yaitu pembelajaran dalam kediklatan harus menjadi sesuatu aktivitas yang dilakukan penuh dengan motivasi, keikhlasan, kesadaran, harapan dan pembelajaran dengan pendekatan Andragogi.
- Kreatif, yaitu mampu memilih dan memilah serta mengembangkan bahan diklat sebagai bahan ajar untuk mengembangkan kompetensi peserta diklat.
- Profesional, yaitu mampu mengembangkan kompetensi peserta diklat sesuai dengan bidang studi atau spesialisasi yang diampunya.
Dari kriteria tersebut
diharapkan widyaiswara mampu menjalankan tugas dikjartih (mendidik, mengajar
dan melatih)-nya dengan luwes dan profesional. Adanya tuntutan agar widyaiswara
mampu menjadi seorang fasilitator yang baik adalah karena yang dihadapi olehnya
adalah orang-orang dewasa yang sudah memiliki pengetahuan dasar.
Banyak pertemuan orang-orang dewasa berlangsung
secara tidak sehat. Indikatornya adalah biasanya hanya segelintir saja orang
yang berbicara, atau tujuan pertemuan menjadi tidak jelas, terjebak pada
perdebatan yang tidak selesai, fokus pembicaraan yang melompat-lompat, proses
yang membosankan, atau bahkan gagal melahirkan keputusan yang inovatif. Maka
tugas fasilitator saat itu adalah memperjelas tujuan pertemuan, merancang
proses yang partisipatif, menyenangkan dan menarik, mengelola proses
percakapan selama pertemuan dan mendorong kelompok untuk berani masuk dalam
area kreatif.
Dari itu, terdapat
beberapa karakteristik fasilitator yang ideal diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Mampu berkomunikasi dengan baik. Dalam hal ini seorang
fasilitator harus siap mendengarkan
pendapat setiap anggota kelompok, menyimpulkan pendapat mereka, menggali
keterangan lebih lanjut dan membuat suasana akrab dengan peserta diskusi
kelompok.
2.
Menghormati sesama anggota kelompok. Seorang fasilitator
harus dapat menghargai sikap, pendapat dan perasaan dari setiap anggota
kelompok. Fasilitator harus menyadari bahwa setiap anggota kelompok atau
masyarakat memiliki hak untuk mengemukakan pendapat, sehingga apapun bentuk
pendapat dari mereka harus dihargai.
3.
Berpengetahuan atau memiliki keilmuan yang mumpuni. Fasilitator harus mempunyai pengetahuan yang cukup terhadap setiap
persoalan yang akan dibahas. Ia harus memiliki minat yang besar terhadap
berbagai persoalan yang ada. Pengetahuan merupakan bekal bagi seorang
fasilitator agar selalu siap ketika dibutuhkan oleh masyarakat.
4.
Memiliki sifat terbuka. Fasilitator harus
dapat menerima pendapat atau sikap yang mungkin kurang sesuai yang disampaikan
oleh anggota kelompok. Fasilitator harus menanggapi hal tersebut di atas dengan
sikap terbuka. Misalnya sambil tertawa atau bergurau supaya keadaan tidak
terkesan kaku.
Dalam sebuah
pembelajaran kediklatan, seorang fasilitator harus mampu membantu peserta diklat memahami tujuan bersama mereka, baik tujuan
akhir pembelajaran maupun dampak hasil pembelajaran bagi dunia kerja
profesional mereka di lapangan. Selain itu, fasilitator juga dapat membantu
mereka membuat rencana guna mencapai tujuan tersebut tanpa menguasai posisi tertentu
dalam diskusi. Ia mampu menghadirkan solusi atas konflik yang terjadi dalam
diskusi sehingga peserta diklat dapat menemukan jawaban atas masalah mereka
sendiri.
Bimbingan aktif tersebut memerlukan kreatifitas tersendiri pada
diri seorang widyaiswara sesuai dengan teknik dan strategi pembelajarannya.
Apapun gaya dan strategi yang digunakan di dalam kelas, seorang widyaiswara
harus dapat menularkan kreatifitas mengajarnya untuk dapat menggiring peserta
dalam menemukan inti pembelajaran. Proses mengarahkan dan menemukan inilah yang
disebut dengan kreatifitas kolektif, sehingga terjadi pembelajaran yang aktif
dan kreatif serta dinamis dan berkesan bagi peserta diklat itu sendiri. Tidak
hanya sebatas itu, tentu saja hasil akhirnya adalah energy kreatifitas yang
lebih permanen dapat tertanam dalam diri peserta sehingga mereka dapat menjawab
berbagai tantangan di dunia pekerjaan yang lebih real.
Seorang fasilitator harus menguasai berbagai
pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan agar mampu memberikan fasilitasi
yang optimal kepada peserta pelatihan. Secara garis besar, ada tiga tahapan
yang harus dilakukan oleh fasilitator yang efektif yaitu (1) Tahap persiapan;
(2) Tahap pelaksanaan, dan (3) Tahap pasca-pelaksanaan.
Pada tahap persiapan, seorang fasilitator harus
mampu menyiapkan berbagai hal yang dibutuhkan untuk memperlancar pelaksanaan
pelatihan. Persiapan di sini termasuk penyiapan dari segi fisik maupun non
fisik yang digunakan selama proses pelatihan. Persiapan yang baik dan matang
akan sangat mempengaruhi keberhasilan tahap berikutnya sekaligus memberikan
kontribusi yang berarti terhadap keberhasilan pelatihan secara menyeluruh.
Walaupun perencanaan sudah dilakukan dengan
baik, namun apabila pelaksanaannya tidak sesuai dengan rencana, maka sangat
mungkin tujuan pelatihan tidak akan bisa dicapai dengan baik. Oleh karena itu,
banyak hal yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh fasilitator
selama pelaksanaan pelatihan agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai
secara optimal.
Setelah pelaksanaan pelatihan selesai, bukan
berarti semua proses telah selesai. Fasilitator masih mempunyai tugas lain yang
harus dilakukan. Fasilitator harus mengetahui sejauh mana ketercapaian
pelatihan, mengenali berbagai permasalahan yang muncul selama pelatihan,
menindaklanjuti hasil dan masalah yang terjadi selama pelatihan, dan lain
sebagainya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
seorang fasilitator dalam melaksanakan program pelatihan:
1. Sedapat mungkin patuhilah rencana sekuen
panduan pelatihan
Sekuen panduan
disusun dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang mungkin timbul dan
mempengaruhi tercapai tidaknya tujuan pembelajaran. Karena itu, hindarilah
penyimpangan dari rencana sekuen panduan, terutama bagi fasilitator pemula. Fasilitator
yang telah berulang kali menjalankan program sering kali mampu menyiapkan dan
mengembangkan alternatif atas sekuen panduan, menukar sekuen latihan karena
melihat peluang-peluang belajar yang
timbul selama proses pelatihan berlangsung.
timbul selama proses pelatihan berlangsung.
2. Hafalkan nama peserta
Berusahalah
untuk memanggil peserta dengan nama mereka (siapkan label nama peserta yang terbaca).
Hal ini mengurangi rasa formil yang seringkali menimbulkan ketegangan dan
secara tidak langsung menghambat proses pembelajaran.
3. Libatkan peserta secara aktif
Usahakan
agar peserta terlibat aktif mulai mencari, menggali data, menganalisis
alternatif temuan, memecahkan masalah, mengambil keputusan atau simpulan.
Biarkan peserta mengambil simpulan sendiri, pertanyakan argumentasinya mengapa
peserta mengambil simpulan itu, kuatkan dan tekankan simpulan itu.
4. Jangan tergesa-gesa menjawab pertanyaan
Sebaiknya
fasilitator tidak menjawab pertanyaan yang tidak dipahami maksudnya atau menjawab
pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, atau menjawab atas pertanyaan yang
tidak perlu dijawab oleh pemandu. Bila jawaban itu mungkin diberikan oleh
peserta lain, biarkan peserta lain menjawab pertanyaan itu. Bila jawaban
terhadap pertanyaan itu dapat diberikan peserta dan mereka tidak menyadari data
tertentu, ingatkan peserta pada data tersebut, dan biarkan mereka menjawab itu.
5. Hindari perdebatan dengan peserta
Hal ini
dimaksudkan agar sekuen panduan yang telah disusun dapat tercapai tidak
menyimpang dan waktu habis untuk berdebat. Selain itu, aktivitas peserta akan
terhambat gara-gara kita terpancing perdebatan. Lemparkan saja pada peserta
lain bila ada perbedaan persepsi terhadap suatu masalah tertentu.
6. Ajukan pertanyaan sesering mungkin
Fakta
menunjukkan bahwa peserta banyak belajar melalui kegiatan tanya jawab, dan hal
ini memberikan peserta lebih banyak kepuasan daripada jika ia langsung
diberitahukan materi pembelajaran yang harus ia terima begitu saja. Sehubungan
dengan itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengajukan
pertanyaan:
a. Ajukan
pertanyaan yang dapat dijawab peserta. Jangan mengajukan pertanyaan yang
terlalu sulit, sehingga peserta menjadi “resah” karena tidak bisa menjawab.
b. Jangan
ajukan pertanyaan yang terlalu mudah. Dengan pertanyaan yang terlalu mudah mengurangi
motivasi peserta untuk memberikan jawabannya, dan seringkali peserta jadi ragu apakah
jawaban yang ia pikirkan adalah jawaban yang benar.
c. Ajukan
pertanyaan secara sistematis. Jawaban terhadap pertanyaan pertama hendaknya merupakan
data yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan kedua, dan jawaban terhadap
pertanyaan kedua hendaknya merupakan data bagi jawaban terhadap pertanyaan
ketiga demikian seterusnya. Sebaliknya, bila suatu pertanyaan tidak dapat segera dijawab oleh para peserta, ajukan pertanyaan lain yang lebih mudah. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menjawab pertanyaan yang lebih sukar.
ketiga demikian seterusnya. Sebaliknya, bila suatu pertanyaan tidak dapat segera dijawab oleh para peserta, ajukan pertanyaan lain yang lebih mudah. Hal ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menjawab pertanyaan yang lebih sukar.
7. Gunakan umpan balik (feed back)
Dalam
melaksanakan program pelatihan, kita perlu mencari tahu apakah peserta telah
menangkap hal-hal yang telah kita sampaikan. Karena itu, kita perlu mencari dan
memanfaatkan umpan balik (feed back). Umpan balik bisa berasal dari
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peserta, sikap mereka dalam mengikuti
program pelatihan, saran-saran yang mereka kemukakan, bahkan dari ’air muka’
mereka.
8. Sadari keterbatasan Anda
Jangan
melakukan hal-hal di luar batas kemampuan Anda. Jangan mencoba menjelaskan
hal-hal yang tidak Anda pahami. Persiapkan diri Anda sebelum memulai kegiatan
dan yang paling penting jangan pernah mengira bahwa andalah orang terpandai di
dalam kelas. Dalam beberapa hal tertentu, mungkin ada peserta yang lebih
menguasai bahan dari pada Anda. Jangan musuhi orang ini, gunakan dia sebagai asisten
Anda.
Sebagai koordinator dan anggota tim pelatihan,
seorang fasilitator mempunyai tugas yang sangat kompleks. Mulai dari tugas
menyiapkan bahan pelatihan, melaksanakan pelatihan, mengevaluasi hasil
pelatihan dan jurnal. Adakalanya seorang fasilitator memberi perintah, menjawab
pertanyaan, mengajukan pertanyaan, melakukan pencatatan, mengundang tanggapan,
memberi konfirmasi, memancing data, merangkai induksi, memberi konsekuensi. Beberapa
tugas dan aktivitas fasilitator:
1) Menyiapkan
bahan pelatihan.
Banyak
fasilitator pemula yang mengira bahwa tugas menyiapkan bahan pelatihan hanya
terbatas pada pengecekan peralatan yang dibutuhkan. Hal ini menyebabkan mereka
memasuki ruang pelatihan tampak sungguh-sungguh siap untuk memandu proses
belajar, yang sebetulnya membutuhkan persiapan yang betul-betul matang. Berikut
ini ada beberapa tugas minimal yang seharusnya dikerjakan fasilitator sebagai
bagian dari persiapan pelatihan.
a)
Mempelajari rencana pelatihan, karena tidak
semua tujuan pelatihan telah terumuskan secara baik, fasilitator tidak cukup
hanya membaca apa yang yang tersurat dalam tujuan pelatihan. Fasilitator harus mempelajari
rencana pelatihan dengan lebih seksama untuk mengantisipasi berbagai hal yang
mungkin muncul selama kegiatan pelatihan berlangsung. Antisipasi itu perlu agar
fasilitator tidak mengalami kesulitan dalam memandu pelatihan sesuai rencana.
b)
Menyiapkan kerangka diskusi. Diskusi dapat
berlangsung antara fasilitator dengan peserta, atau antara peserta dengan
peserta. Diskusi dilakukan dengan bebas tetapi bertujuan. Untuk itu, diskusi
(pasangan, kelompok, kelas/pleno) seharusnya mengikuti alur yang sudah
direncanakan, yaitu:
ü
mengumpulkan fakta-fakta / temuan-temuan.
ü
penyaringan fakta/temuan yang relevan dengan
tujuan pelatihan
ü
mengaitkan fakta/temuan menjadi suatu simpulan
ü
mengaitkan simpulan dengan kehidupan
sehari-hari
-
Agar diskusi berjalan sesuai dengan alur yang
direncanakan, maka fasilitator bertugas menyiapkan kerangka diskusi dengan
mempertimbangkan:
-
fakta/temuan apa yang seharusnya
dimunculkan/terungkap dalam diskusi?
-
pertanyaan-pertanyaan apa yang perlu
dikemukakan untuk memperbesar terungkapnya fakta/temuan tersebut?
-
bagaimana cara menghubungkan fakta/temuan
tersebut menjadi suatu simpulan?
-
mengungkap contoh-contoh dalam kehidupan
sehari-hari peserta untuk memperjelas pemahaman terhadap konsep yang dibahas.
c)
Menyiapkan kerangka observasi. Penyiapan
kerangka observasi akan lebih mudah dilakukan bila fasilitator benar-benar
memahami struktur dari kegiatan yang akan berlangsung.
d)
Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Di
kalangan fasilitator senior ada pomeo yang berbunyi “Seorang fasilitator harus
mampu menggunakan peralatan apapun untuk menjalankan ide-idenya”. Hal ini tidak
salah, karena seorang fasilitator tidak boleh terlalu tergantung pada
peralatan. Akan tetapi, bila peralatan itu tidak sukar untuk diperoleh,
sebaiknya tidak menggunakan pomeo itu untuk menutupi kemalasannya.
2) Melaksanakan
tugas fasilitator
Dalam
melaksanakan pelatihan, tugas fasilitator antara lain sebagai berikut: memberi perintah/instruksi,
mengamati kegiatan peserta, memimpin diskusi dan memberi ceramah singkat,
memberikan komentar, mempertanyakan pendapat, memuji, memberi penguatan, dan
memberi umpan balik.
3) Membimbing
proses pelatihan
Karena
progam pelatihan umumnya merupakan progam belajar melalui kegiatan, maka dengan
sendirinya ada sejumlah besar kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta.
Kegiatan yang akan dilakukan peserta sesungguhnya kegiatan-kegiatan yang
sengaja diberikan dengan harapan agar muncul sejumlah temuan/fakta yang dapat
digunakan untuk mendukung simpulan-simpulan tertentu. Untuk memperbesar
kemungkinan munculnya temuan/fakta yang diharapkan, fasilitator harus
memberikan instruksi untuk melakukan kegiatan tersebut secara seksama.
Dalam
memberikan instruksi terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Peserta perlu
tahu hasil (out-put) yang diharapkan dari mereka.
b. Peserta
perlu tahu sistem skoring yang berlaku (kalau ada perhitungan nilai)
c. Peserta perlu
tahu tata-tertib yang berlaku, baik yang menyangkut batas waktu, maupun aturan
lain seperti boleh tidaknya mereka berbicara dengan teman, boleh tidaknya
bertanya pada fasilitator setelah mulai bekerja, dan sebagainya.
d. Peserta
harus mendapat jawaban/penjelasan mengenai hal-hal yang mereka tanyakan.
e. Instruksi
perlu disampaikan sesingkat mungkin tanpa mengurangi kelengkapan dan
kejelasannya.
f. Bila mungkin,
instruksi sebaiknya disampaikan secara tertulis
g. Sedapat
mungkin jangan menggabungkan dua atau lebih satuan instruksi yang sesungguhnya dapat
dipisahkan. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan satu satuan instruksi adalah
sejumlah penjelasan yang dibutuhkan peserta agar mereka dapat mengerjakan tugas
yang tidak boleh diinterupsi oleh informasi baru.
4) Mengawasi
Kegiatan Pelatihan
Selama
peserta melakukan kegiatan yang diintruksikan kepada mereka fasilitator harus
aktif melakukan pencatatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
pengamatan ini antara lain:
a) Fasilitator
harus ingat bahwa kegiatan ini dilakukan dalam rangka mengumpulkan fakta/
temuan yang akan digunakan dalam pembahasan konsep atau prinsip-prinsip
b) Fasilitator
harus mengingat tujuan dari kegiatan dan fakta/temuan apa saja yang diharapkan
muncul untuk dijadikan bahan pembahasan.
c) Fasilitator
sebaiknya mencatat fakta/temuan yang berhasil dijumpainya. Catatan harus
meliputi: kapan suatu tingkah laku masing-masing peserta, dan mengapa mereka
mereka menampilkan tingkah laku tersebut.
d) Fasilitator
sudah harus membayangkan cara-cara yang akan digunakan. Untuk mengolah
fakta/temuan tersebut dalam diskusi kelas yang seharusnya dilakukan sebagai
lanjutan kegiatan ini.
5) Memimpin
diskusi
Memimpin
diskusi (pasangan, kelompok, kelas) merupakan salah satu tugas utama
fasilitator. Selama memimpin diskusi, fasilitator sesungguhnya melakukan
sejumlah interaksi dengan peserta. Kalau diperhatikan lebih seksama, maka
unit-unit interaksi dapat dihimpun ke dalam unit-unit aktivitas. Satu unit
interaksi adalah serangkaian interaksi yang dimulai dengan suatu
persoalan/pertanyaan baik yang diajukan oleh fasilitator atau peserta yang
berakhir dengan munculnya persoalan baru. Suatu unit interaksi bisa saja
berakhir secara tidak mulus/tuntas, yakni bila interaksi berakhir tanpa
terpecahkannya persoalan yang diajukan. Tuntas tidaknya unit-unit interaksi
dalam diskusi, merupakan salah satu faktor yang turut menentukan efektif
tidaknya fasilitator dalam memimpin diskusi (proses dan hasil pelatihan).
Satu unit interaksi dalam pembelajaran dapat
tersusun dari sejumlah unit aktivitas (unitas) yaitu kesatuan terkecil dari
tingkah laku seorang fasilitator. Terdapat sejumlah besar unit aktivitas yang
mungkin dilakukan seorang fasilitator, diantaranya:
a. Memberi
instruksi
Fasilitator
memerintahkan peserta untuk melakukan aktivitas tertentu. Misal, “tutup mata Anda
dan bayangkan Anda berada di padang pasir”. Contoh lain, “sekarang jumlahkan
kolom ketiga dan ke empat, kemudian tuliskan hasilnya di kolom lima”.
b. Menjawab
pertanyaan
Fasilitator
memberikan jawaban langsung/melemparkan ke peserta lain terhadap pertanyaan
yang diajukan peserta. Contoh, “motivasi itu apa sih pak? Adakah diantara
kalian yang tahu arti motivasi? Jadi, motivasi itu artinya ……”
c. Mengundang
tanggapan
Aktivitas
fasilitator melontarkan pertanyaan yang umum atau memberi kesempatan peserta mengajukan
komentar. Biasanya aktivitas ini berupa pertanyaan tentang kesan-kesan peserta yang
dilanjutkan dengan kata-kata, “ada komentar lain, ada yang mau menambahkan?”
Undangan untuk memberi tanggapan dapat ditujukan pada salah satu fasilitator (tim
teaching),
atau kepada peserta lain yang dinilai kurang aktif.
atau kepada peserta lain yang dinilai kurang aktif.
d. Menjelaskan
definisi
Fasilitator
menguraikan arti suatu istilah/konsep/pengertian dari sesuatu yang kurang
dipahami peserta, tanpa memberi contoh konkret. Contoh, “Jadi, yang dimaksud
prestasi adalah…” “Perbedaan antara asessment dengan evaluasi adalah …….”
e. Mengajukan
contoh
Aktivitas
ini umumnya merupakan kelanjutan dari aktivitas menjelaskan definisi.
Fasilitator berusaha mengajukan contoh dari hal-hal yang telah dijelaskan
sebelumnya.
f. Memberikan
konfirmasi
Dalam aktivitas
ini fasilitator membenarkan atau memberi penguatan, baik dugaan suatu konsep,
tindakan yang harus dilakukan, atau dugaan hubungan kausalitas.
Peserta : Kalau begitu, Pakem identik dengan belajar kelompok?
Peserta : Kalau begitu, Pakem identik dengan belajar kelompok?
Fasilitator
: Salah satu prosesnya iya, bisa juga berpasangan.
g. Menanyakan
maksud peserta
Aktivitas
fasilitator untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dari hal-hal yang dilontarkan
peserta. Dapat pula untuk menemukan latar belakang dari pertanyaan itu.
Peserta :
“Jadi, dalam Pakem lebih mengaktifkan fisik daripada mental-intelektual?”
Fasilitator : “Yang Anda maksud aktif fisik
dan mental-intelektual itu apa?”
Peserta :
“Dalam Pakem yang penting karya siswa (pajangan)?”
Fasilitator :
”Ehm, mengapa Anda menyimpulkan demikian?”
h.
Mengendalikan arah diskusi
Seringkali
fasilitator terbawa arus oleh perdebatan yang berlarut-larut antar peserta,
atau bila jawaban peserta lain menyimpang. Untuk itu, fasilitator harus
berusaha mengembalikan arah diskusi ke jalur yang direncanakan.
Contoh 1: “mengapa kita harus berlarut-larut
membicarakan hal yang sebetulnya tidak bermakna?”
Contoh 2: “yang saya minta, buat diagram,
bandingkan, dan uraikan dengan menggunakan kata-kata Anda sendiri kan? “
i.
Menekankan jawaban peserta
Unit
aktivitas ini merupakan usaha fasilitator agar peserta memusatkan perhatian
atau meningkatkan kesadaran pada suatu simpulan/temuan oleh peserta lain.
Penekanan ini biasanya diiringi dengan penulisan inti pertanyaan/jawaban
peserta di papan tulis.
j.
Memancing data
Aktivitas
fasilitator yang berusaha memperoleh fakta/temuan yang nantinya dibutuhkan
untuk pembuktian suatu simpulan. ‘Unitas’ ini biasanya berupa rangkaian
pertanyaan yang “menggiring” peserta ke arah jawaban tertentu. Boleh jadi,
rangkuman/simpulan bukan datang dari fasilitator.
Contoh: Fasilitator
dari hasil observasinya telah mencatat bahwa peserta membutuhkan waktu lebih
lama untuk mengerjakan soal A daripada waktu yang dibutuhkan untuk menjawab
soal B. Padahal, soal lebih banyak mengandung unsur yang tidak diketahui.
Fasilitator :
“Tugas mana yang memerlukan waktu lebih?”
Peserta :
“Tugas A”
Fasilitator :
“Tugas mana yang mengandung lebih banyak unsur yang tidak diketahui?”
Peserta :
“Tugas B”
Fasilitator :
“Apa yang bisa Anda simpulkan dari kedua fakta itu?”
Peserta :
………. (tidak menjawab)
Fasilitator : “Apakah tugas yang lebih
banyak unsur yang tidak diketahui selalu membutuhkan lebih banyak waktu?”
Peserta :
“Tidak”
Fasilitator :
“Jadi…….?”
k. Merangkai
induksi
Aktivitas
monolog fasilitator yang menghubungkan berbagai temuan yang diperoleh peserta
untuk merancang simpulan. Contoh: “tadi Anda sudah menyimpulkan bahwa A
lebih besar dari B. Kita juga sudah buktikan bahwa A lebih kecil dari C. Jadi simpulannya
adalah …”
“bahwa C > dari B … “ (peserta
yang menyimpulkan)
l.
Memberi konsekuensi
Aktivitas
fasilitator yang secara khusus diberikan untuk menghargai atau “mencela”
tindakan tertentu dari peserta/kelompok peserta, bisa juga diberikan pada
seluruh peserta. Aktivitas ini dilakukan secara khusus, agar peserta
benar-benar merasa dipuji/dicela. (pujian bisa acungan jempol/tepuk tangan.
Aktivitas ini mirip dengan konfirmasi, karena kalau konfirmasi hanya
membenarkan dugaan peserta, tanpa memberikan penghargaan pada temuannya.
Dari
berbagai unit aktivitas, unitas yang sebaiknya dikurangi (menjelaskan definisi,
menjawab pertanyaan, memberi konfirmasi). Ada unitas yang sebaiknya ditambah
(memancing data, mengendalikan arah diskusi, menanyakan maksud peserta). Ada
pula unitas yang sangat tergantung dari respons peserta, walau stimulus sudah
cukup diberikan.
6) Memberi
ceramah singkat
Berbeda
dengan kegiatan memimpin diskusi, ceramah singkat merupakan kegiatan monolog,
untuk menjelaskan konsep/prinsip yang berkaitan dengan tujuan pembelajaran.
Satu ceramah sesungguhnya terdiri dari sejumlah unit penjelasan yang bertujuan
menjelaskan memberikan pemahaman terhadap satu prinsip/konsep. Satu ceramah
singkat yang utuh sebaiknya terdiri dari:
a. Rumusan
: inti dari konsep/prinsip yang diajukan. Contoh: “Persepsi bersifat
subyektif”.
b. Elaborasi
: penjelasan lebih jauh dari rumusan yang diajukan. Contoh: “artinya persepsi
itu tidak tergantung pada objek yang dipersepsikan, melainkan dari subjek yang
mempersepi”.
c. Argumentasi
: pembuktian terhadap rumusan yang diajukan. Bila pembuktian ini tidak dapat
dilakukan dengan mudah, fasilitator dapat meminjam otoritas para ahli yang
membuktikan rumusan tersebut. Contoh: “Menurut hasil penelitian R.J. Marzano,
bahwa persepsi….”
d. Contoh :
adalah sesuatu yang konkret dari kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan
konsep/prinsip yang dibahas.
e. Humor :
digunakan bilamana perlu untuk lebih menguatkan habits of mind.
Untuk
mengingat ke lima unsur ini, ingatlah bahwa setiap ceramah singkat seharusnya berusaha
untuk menjangkau (to reach) para peserta (pendengarnya). Jadi ceramah
singkat tidak diharamkan dalam pelatihan, justru penting karena berfungsi
antara lain menjelaskan konsep yang sulit untuk dipahami melalui pengalaman
terkendali/diskusi kelompok. Di samping itu, ceramah singkat dapat digunakan
sebagai media untuk meminjam otoritas para ahli dalam mendukung kebenaran yang
tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman terkendali.
7) Mengevaluasi
proses dan hasil pembelajaran serta jurnal belajar
Salah
satu cara untuk mengevaluasi proses dan hasil pelatihan (dalam waktu yang
singkat) adalah mengevaluasi kegiatan pelatihan (walaupun sesungguhnya evaluasi
itu harus dilakukan terhadap hasil pelatihan). Caranya dengan melihat adakah
perubahan pengetahuan, keterampilan, nilai dan norma dalam wujud tingkah laku
yang ditampilkan oleh peserta dalam waktu pendampingan (3
bulan setelah pembelajaran). Ada beberapa cara untuk mengevaluasi efektivitas fasilitator dalam menjalankan tugas dan aktivitasnya:
bulan setelah pembelajaran). Ada beberapa cara untuk mengevaluasi efektivitas fasilitator dalam menjalankan tugas dan aktivitasnya:
a. Sejauh mana fasilitator menyimpang dari rencana
panduan (hasil rapat koordinasi tim fasilitator sebelum pelatihan).
b.
membandingkan proporsi modus-modus panduan
pelatihan.
Gunakan
rumus:
§ waktu
instruksi harus lebih singkat dari waktu kerja (pasangan-kelompok)
§ waktu
kerja harus lebih singkat dari waktu diskusi
§ waktu
diskusi harus lebih panjang dari waktu ceramah.
c.
Beri kesempatan kepada peserta untuk setiap
akhir pertemuan menuliskan jurnal belajar (apa yang sudah diketahui, apa yang
ingin diketahui lebih lanjut, dan kesulitan apa yang dihadapi selama
pelatihan).
d.
sejauh mana fasilitator telah memberikan
instruksi, memimpin diskusi, dan memberi ceramah dengan baik.
Nampak dari pemaparan serta kiat-kiat di atas
bahwa proses fasilitasi yang dilakukan memang memerlukan sebuah kreatifitas
dari widyaiswara. Kreatifitas ini lahir dari kesungguhan dalam merealisasikan
pembelajaran kediklatan yang bermakna serta menghadirkan transfer energy yang
bermanfaat kepada peserta diklat. Hal tersebut juga tidak dapat terwujud tanpa
adanya dukungan dari pihak penyelenggara kediklatan serta lembaga yang terkait sehingga
segala sarana dan prasarana yang dibutuhkan dapat tersedia. Dari sini, penulis
berharap upaya meningkatkan pemahaman dalam fasilitasi kediklatan dapat menjadi
lebih baik, hingga akhirnya terwujud kreatifitas kolektif dalam kediklatan.
Wallahu a’lam.
Terima kasih bunda ilmunya, jadi lebih tahu ttg fasilitator. Ternyata tak mudah menjadi seorang Widyaswara, butuh banyak keterampilan yg dimiliki.
BalasHapusSukses buat bunda dan sehat selalu ya
terima kasih bunda ... sepertinya tidak jauh berbeda kewajiban kita, perbedaannya adalah orang yang kita hadapi. Antara guru yang paradigmanya pedagogi dengan widyaiswara yang view mengajarnya adalah andragogi memiliki kewajiban yang sama, yaitu harus terus meningkatkan kompetensi dan belajar. Semangat!!
Hapus