Pendahuluan
Raudhatul
Athfal (RA) merupakan salah satu jenjang pendidikan formal bagi anak usia dini
yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Setara dengan taman kanak-kanak
(TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) umumnya, RA memiliki ciri khusus
yang menjadi nilai tambah bagi pengelolaan pendidikan anak usia dini, yaitu
nilai-nilai agama Islam.
Meski
menempuh pendidikan pada anak usia dini belum merupakan kewajiban di Indonesia,
akan tetapi seiring berkembangnya informasi dan pengetahuan masyarakat akan
pentingnya pendidikan sejak usia dini, maka RA harus tampil sebagai salah satu
lembaga PAUD pilihan masyarakat.
Belum
lagi sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang pentingnya pendidikan AUD,
bertambah pula lembaga yang mengelola pendidikan anak usia dini, baik formal
maupun non-formal. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi Raudhatul Athfal
untuk meningkatkan kualitas pendidikannya.
Jika
ditelusuri dari data statistik Kementerian Agama Tahun Pelajaran 2011/2012,
jumlah guru RA di provinsi DKI Jakarta sebanyak 4.522 orang dari 40.106 RA yang
tersebar di berbagai pelosok DKI Jakarta. Sebanyak 501 orang guru diantaranya
adalah PNS dan telah tersertifikasi pada saat itu sebanyak 43 orang. Dari data
tersebut, tentu saja tidak menutup kemungkinan bertambahnya jumlah guru RA,
baik PNS ataupun tersertifikasi di tahun 2015/2016 ini.
Kuantitas
tentu harus diiringi dengan kualitas. Diperlukan upaya untuk meningkatkan
kualitas guru RA agar tetap memiliki sumbangsih dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa, utamanya bagi para AUD yang menjadi cikal bakal pemimpin bangsa di masa
20-30 tahun ke depan.
Salah
satunya adalah dengan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi guru RA.
Tidak banyak guru RA yang memahami urgensi kediklatan, atau bahkan mengenal
lembaga Diklat itu sendiri. Maka perlu upaya timbal balik dan kerja sama dari
lembaga kediklatan (Balai Diklat Keagamaan Jakarta) dengan organisasi yang
menjadi naungan guru-guru RA dalam hal ini adalah Ikatan Guru Raudhatul Athfal
(IGRA) agar guru RA mau meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti Diklat, atau setidaknya
meningkatkan komunikasi dengan lembaga kediklatan agar dapat diketahui
kompetensi apa saja yang perlu ditingkatkan.
Guru RA dalam Sejarah
Memahami
guru RA tidak terlepas dari lembaga RA itu sendiri. Raudhatul Athfal
berasal dari kata Raudhah yang berarti taman dan Athfal yang
berarti anak-anak. Lembaga RA merupakan lembaga pendidikan pra sekolah.
Sejak
tahun 1990, peraturan pemerintah tentang pendidikan pra sekolah termaktub dalam
PP No. 27 Tahun 1990. Sayangnya nama Raudhatul Athfal belum tercantum di
dalamnya. Meski demikian, lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dikenal
dengan Bustanul Athfal (BA) telah banyak tersebar di berbagai daerah,
karena BA sendiri telah ada sejak tahun 1919 di Yogyakarta yang didirikan oleh
Aisyiah.
Barulah
pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
tertulis nama Raudhatul Athfal, tepatnya pada pasal 28 yang berbunyi
sebagai berikut:
(1) Pendidikan
anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan
anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK),
raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB),
taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga
atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan
mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pada pasal 28 di atas
dinyatakan bahwa Raudhatul Athfal adalah lembaga pendidik anak usia dini yang
berada jalur formal sederajat dengan Taman Kanak-kanak.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan
pada jalur formal, RA harus memenuhi standar pendidikan sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
Ada 8 standar yang harus
dipenuhi oleh sebuah lembaga pendidikan pada jalur formal yaitu: Standar isi; Standar
proses; Standar kompetensi lulusan; Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
Standar sarana dan prasarana; Standar pengelolaan; Standar pembiayaan; dan
Standar penilaian pendidikan. Pengaturan standar PAUD dari Permen No. 58 Tahun
2009 belakangan mengalami penyempurnaan pada Permendikbud No. 137 Tahun 2014.
Standar yang berkaitan dengan
guru adalah standar pendidik dan tenaga kependidikan. Terdiri dari kualifikasi
akedemik dan kompetensi guru Raudhatul Athfal telah diatur pada Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4 mei 2007 tentang
Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Pada lampiran peraturan
tersebut dijelaskan bahwa kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan
jalur formal mencakup kualifikasi akademik Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki
pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang
pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang
terakreditasi. Pada tahun 2012 setiap guru PAUD/TK/RA harus telah memiliki
sertifikat pendidik.
Dalam
proses penyempurnaannya, Permendikbud No. 137 Tahun 2014 mengatur akan adanya
fungsi dan kompetensi guru PAUD yang dibedakan atas guru PAUD, guru pendamping
dan guru pendamping muda yang sama memiliki tugas merencanakan, melaksanakan
pembelajaran dan menilai hasil pembelajaran, ditambah melakukan pembimbingan,
pelatihan, pengasuhan dan perlindungan bagi AUD.
Raudhatul Athfal Teacher’s Update
Dengan
tuntutan tugas tersebut, perlu kiranya guru RA senantiasa mengupdate atau
memperbaharui kompetensinya dengan beberapa langkah. Dalam hal ini penulis
menganalogikan dengan sifat Rasulullah Saw yang menjadi panutan ummat muslim.
Sifat
pertama adalah Shiddiq, yang berarti benar atau jujur. Kejujuran dan mau memegang teguh kebenaran
merupakan modal dasar bagi jiwa seorang guru. Kepemilikan sifat ini pada guru
menghendaki guru senantiasa berada pada kebenaran dan mengajarkan kebenaran. Berada
dalam ranah kompetensi kepribadian, maka kepribadian yang baik senantiasa
bersumber dari ketakwaannya kepada Allah Swt. Firman Allah Swt dalam Qs al-Hujûrât ayat 13:
“ … Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Besarnya tanggung
jawab dan peranan guru dalam mendidik murid-muridnya harus diimbangi dengan
selalu memperbaiki niat hanya karena Allah semata. Dengan demikian, rasa penat,
lelah, bosan, gusar beralih kepada penantian terhadap ganjaran yang tiada
terkira dari Allah Swt semata, SangMahaGuru. Firman Allah Swt QS al-Baqarah ayat 32:
“Mereka menjawab: "Maha suci
Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana"
Sifat
kedua, adalah Amaanah, yang berarti dapat dipercaya. Kepercayaan
merupakan ciri profesionalisme. Profesional dapat mengarah kepada keahlian yang
menjadi standar mutu seorang guru, dapat dengan mudah dikontrol, memegang teguh
kode etik, terbebas dari intervensi pihak lain, untuk itu maka guru berhak
memperoleh imbalan yang layak.
Sertifikasi
adalah sebuah upaya pengakuan profesionalisme tadi, untuk itu menjadi amanah
agar guru senantiasa bersikap profesional. Updating guru RA pada ranah ini
adalah meningkatkan kreatifitas, menelaah kembali segala konsep bidang keilmuan
yang mendukung serta sejalan dengan tahapan perkembangan AUD, serta mau
senantiasa merefleksi kinerjanya.
Bagi
guru RA, profesionalisme akhirnya terbagi menjadi dua, yaitu profesional dalam
pengajarannya, serta profesional dalam kemampuannya mendidik dan mengasuh anak
yang meliputi perkembangan fisik, otak dan hatinya.
Sifat
ketiga adalah tabligh, atau menyampaikan. Hubungan sosial yang baik
diperlukan saat menjalankan tugas sebagi guru. Tantangan yang dihadapi seperti perhatian
orang tua yang kurang mendukung, berbagai pengaruh negatif lingkungan,
perkembangan media dan teknologi, dan lainnya menjadi motivasi atas kompetensi
sosial ini.
Untuk
itu, diperlukan kemampuan leadership; mau berkerja sama; berkomunikasi
yang efektif, empatik dan santun; serta perduli terhadap kondisi lingkungan
sekitarnya. Budaya daerah menjadi warna khas dalam situasi pembelajaran. Issue
pemeliharaan lingkungan menjadi topik menarik yang menghiasi kompetensi guru
mengajar. Begitupula dengan mengilhami pemeliharaan lingkungan sehat dan
bersih, merupakan poin tambahan bagi guru sebagai pelopor kesehatan dan
keselamatan di lingkungan dalam lingkup PAUD.
Sebagai
guru modern, kemampuan membangun jejaring merupakan tuntutan. Implementasinya
adalah bagaimana guru menjadi penghubung antara instansi terkait dengan
berbagai topik pembelajaran atau menghadirkan alam bebas sebagai sumber belajar
yang menyenangkan.
Sifat
keempat, adalah fathaanah, yaitu cerdas. Kompetensi pedagogik
mengisyaratkan bahwa guru RA haruslah cerdas. Mencintai belajar adalah salah
satu kuncinya. Beberapa indikator mencintai belajar diantaranya adalah senang
membaca, rasa ingin tahu, menghidupkan nalar, senang berdiskusi dan
mendengarkan pendapat serta masukan dari rekan atau wali murid, menguasai
teknologi dan menggunakannya dalam pembelajaran, mau memahami minat dan bakat
anak yang berbeda, memahami silabus dan menurunkannya pada perencanaan belajar
yang hebat, menghidupkan kelas, serta mau merancang evaluasi yang bertanggung
jawab.
Penutup
Langkah-langkah
updating ini penting dilakukan oleh guru-guru RA agar tantangan dan
tuntutan kompetensi guru dapat terpenuhi. Salah satu upaya penting updating
guru RA adalah keterlibatan dalam proses pendidikan dan pelatihan, baik mandiri
maupun terkait dengan program Kementerian Agama, khususnya program Balai Diklat
Keagamaan Jakarta.
Untuk
itu, penulis berharap upaya updating guru-guru RA lebih menstimulus perhatian
akan pentingnya pendidikan dan pelatihan, serta meningkatkan komunikasi dan
silaturrahmi antara guru RA dengan Balai Diklat keagamaan Jakarta hingga lebih
terbukanya kesempatan pendidikan dan pelatihan bagi peningkatan kompetensi
guru-guru RA.
Wallahu
a’lamu bish shawaab.
Komentar
Posting Komentar